Oleh: Salsa Bila Sogo, S.Mat
Masalah
kesehatan
di lingkungan Kabupaten Alor, memerlukan keterlibatan banyak pihak untuk menyelesaikannya. Mengawali materinya, Yodhikson Marvelous, akrab dipanggil Diki,
dari LSM Thresher Shark Indonesia meminta peserta menulis dua jenis sampah
yang diketahui, kemudian
dibuang pada tempat sampah yang telah disediakan. (4/6/2022) Sesi
diskusi ini bertujuan membangun kesadaran mahasiswa
membuang sampah yang benar pada
tempatnya.
Selanjutnya Diki menjelaskan
pengertian sehat menurut Undang-Undang Kesehatan no: 36 tahun 2009. Undang-undang ini menyebutkan bahwa Sehat mencakup sehat baik secara
fisik, mental, spiritual yang memungkinkan setiap orang hidup baik secara sosial dan ekonomi. Sehat secara
fisik berarti
tidak cacat, mampu melaksanakan segala sesuatu secara baik. Sehat secara mental berarti sehat psikologis dan spiritual mampu meyakini Tuhan. Sehat secara sosial bermakna mampu memiliki
hubungan yang baik dengan orang lain,
sementara sehat secara ekonomi bisa dilihat dari kemampuan seseorang
mempunyai penghasilan. Sementara itu lingkungan
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, atau pun keadaan. Lingkungan hidup ada tiga poin yaitu lingkungan
fisik, biologis dan sosial. Lingkungan fisik
seperti: air, tanah, cuaca, udara, makanan, sinar radiasi, dll (semua berpotensi menimbulkan penyakit). Lingkungan bilogis: bakteri, virus, bakteri, jamur, serangga dll, juga berperan menimbulkan penyakit. Lingkungan sosial: adat istiadat,
kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap, standar, pekerjaan, gaya hidup (berpotensi menimbukan stress,
konflik, gangguan kejiwaan, insomnia, bahkan depresi).
Narasumber kemudian menjelaskan masalah kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan adalah ilmu yang mempelajari berbagai masalah kesehatan sebagai hubungan interaksi antara berbagai bahan, kekuatan, kehidupan, dan zat yang memiliki potensi penyebab sakit. Ilmu Kesehatan Lingkungan bertujuan melakukan korelasi, memperkecil bahaya yang ditimbulkan lingkungan terhadap kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia, juga sebagai usaha pencegahan dengan mengefisienkan pengaturan berbagai sumber. Diskusi kali ini berfokus pada Sampah dan Konservasi Lingkungan. Selanjutnya mahasiswa dibagi dalam 4 kelompok dan diminta menggambar sebuah pulau impian dengan memperhatikan intruksi, yaitu dimulai dari memberikan nama pulau, wisata alam yang paling terkenal, bagaimana kehidupan masyarakat di sana, sumber air bersihnya, adakah jamban, bagaimana sistem pengolahan sampahnya, apa profesi masyarakatnya, peserta sebagai apa di pulau itu, dan bagaimana sistem perekonomiannya, dll. Setelah itu masing-masing kelompok mempresentasikan Pulau Impian mereka.
Kelompok pertama menyajikan Pulau Karang dengan sumber mata air, penyediaan tempat sampah dan jamban, perekonomian masyarakat dari pekerjaan nelayan. Kelompok dua memberi nama Pulau Kasih Sayang yang berbentuk kapal, dengan mata pencaharian nelayan, sumber air baik, jamban baik, sistem perekonomian menggunakan jalur darat, memiliki pelabuhan penyebrangan, dan pengelolaan sampah di desa sangat baik karena ada komunitas yang mengelola sampah menjadi barang yang memiliki manfaat. Kelompok ketiga memberi nama pulaunya Pulau Romantis, sebuah tempat wisata alam sawah, mata pencaharian petani, ketersediaan jamban ada di setiap rumah dan ada tempat sampah di setiap rumah. Kelompok empat memberi nama Pulau Nusa Indah yang memiliki wisata laut dengan penataan daerah yang baik, tidak mengganggu nelayan, sumber air yang melimpah sehingga lewat bak-bak penampungan dialirkan ke masyarakat, sistem perekonomian melewati jalur darat dan laut. Dari sesi ini peserta diharapkan dapat mewujudkan pulau impian tersebut ketika kembali ke desa masing-masing.
Peserta juga
dilatih menganalisis permasalahan dan tantangan yang dihadapi pulau impian
mereka. Kelompok 1 menghadapi masalah pengeboman
ikan yang merusak
terumbu karang, ekosistem laut, sehingga
biota laut berkurang. Cara
penyelesaiannya adalah dengan sosialisasi, lebih bagusnya
menggunakan jaringan ikan atau pukat, membuat tambak ikan, sosialisasi dampak
pengeboman ikan. Kelompok
2, dengan
permasalahan pengambilan pasir liar di Desa Nur Benlelang, untuk bangun rumah
dan memenuhi kebutuhan, sehingga dampaknya
debit air semakin kecil,
kerusakan jembatan dan pengikisan bibir pantai, solusinya adalah sosialisasi
kepada masyarakat, mencegah masyarakat melakukan penambangan. Kelompok 3 berlokasi di Mali, dengan
permasalahan penebangan pohon kelapa di pesisir pantai. Faktornya adalah
kurangnya kesadaran masyarakat, faktor ekonomi, sementara cara penyelesaiannya dengan cara
sosialisasi kepada masyarakat, dan apabila
tidak
direspon, akan dilaporkan
ke pihak berwajib. Saat
ini wisata Mali
tidak terkenal lagi dengan pohon kelapanya seperti dulu, sehingga bisa menyebabkan
pengikisan di pesisir pantai. Kelompok 4, berlokasi di Kalabahi dengan permasalahan
pembuangan sampah sembarangan, contoh di lapangan mini terdapat sampah
berserakan padahal pemerintah telah menyiapkan tempat sampah, selokan yang ada
di kota dipenuhi
sampah sembarangan, di pantai Tanjung
sampai ke Kadelang. Solusinya
adalah edukasi dengan sosialisasi, dan membentuk komunitas peduli lingkungan.
Sebagai penutup sesi, narasumber berharap orang muda harus menjadi pelaku perubahan. Selain itu seluruh elemen masyarakat baik itu Komunitas, Pemerintah, maupun LSM, harus bekerja sama menyelesaikan masalah lingkungan ini. Di akhir diskusi narasumber menyampaikan sebuah kalimat yang sangat menyentuh yaitu “YANG MUDA BERPERAN BUKAN BAPERAN”. ***
Komentar
Posting Komentar